Jika seseorang menjatuhkan talak (cerai) kepada istrinya kemudian si
suami bersenggama dengan istrinya dalam masa talak pertama tersebut,
apakah harus membuat akad nikah baru lagi ?
Jawaban
Jika si suami mentalak istrinya lalu bersenggama dengan istrinya, baik itu masa iddah talak pertama atau kedua bukan talak yang ketiga, senggama tersebut bermakna telah rujuk dan tidak diharuskan akad nikah lagi, karna wanita tersebut masih istrinya, oleh karena itu wanita yang di talak suaminya (di masa iddah 1 atau 2) di sebut dengan zaujah mu’allaqah (istri masa menunggu keputusan apakah di cerai atau tidak).
Si suami diberi hak untuk rujuk kepada istrinya selama masa iddah, jika telah lewat masa iddah dan si suami tidak memberi kabar untuk ruju maka wanita tersebut bukan lagi istrinya.
Jawaban
Jika si suami mentalak istrinya lalu bersenggama dengan istrinya, baik itu masa iddah talak pertama atau kedua bukan talak yang ketiga, senggama tersebut bermakna telah rujuk dan tidak diharuskan akad nikah lagi, karna wanita tersebut masih istrinya, oleh karena itu wanita yang di talak suaminya (di masa iddah 1 atau 2) di sebut dengan zaujah mu’allaqah (istri masa menunggu keputusan apakah di cerai atau tidak).
Si suami diberi hak untuk rujuk kepada istrinya selama masa iddah, jika telah lewat masa iddah dan si suami tidak memberi kabar untuk ruju maka wanita tersebut bukan lagi istrinya.
catatan
talak raj'i adalah talak pertama dan kedua yang mana dibolehkan seorang
suami ruju ke istrinya selama masa iddah belum habis, jika lewat maka
harus buat akad nikah lagi.
A. Wanita yang dicerai dengan talak raj’i (1)
1. Wanita yang masih haidh
1. Wanita yang masih haidh
Masa ‘iddah wanita jenis ini adalah tiga kali haidh, berdasarkan
firman Allâh Azza wa Jalla :
Referensi tambahan
وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ
قُرُوءٍ
Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga
kali quru’ [al-Baqarah/2: 228]
Menurut pendapat yang rajih, quru’ artinya haidh, berdasarkan
hadits A’isyah Radhiyallahu anhuma yang berbunyi :
أَنَّ أُمَّ حَبِيبَةَ كَانَتْ تُسْتَحَاضُ فَسَأَلَتْ النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَمَرَهَا أَنْ تَدَعَ
الصَّلَاةَ أَيَّامَ أَقْرَائِهَا
Sesungguhnya ummu Habibah pernah mengalami pendarahan
(istihadhah/darah penyakit), lalu dia bertanya kepada Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Nabi memerintahkannya untuk
meninggalkan shalat pada hari-hari quru’nya (haidhnya). [HR Abu
Dâud no. 252 dan dishahihkan syaikh al-Albani dalam Shahih Abi
Dâud]
Oleh karena itu Ibnul Qayyim rahimahullah merajihkan pendapat ini
dan mengatakan, “Lafazh quru’ tidak digunakan dalam syariat
kecuali untuk pengertian haidh dan tidak ada satu pun digunakan
untuk pengertian suci (thuhr), sehingga memahami pengertian quru’
dalam ayat ini dengan pengertian yang sudah dikenal dalam bahasa
syariat lebih baik.
Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada orang
yang kena darah istihâdlah :
دَعِيْ الصَّلَاةَ أَيَّامَ أَقْرَائِكِ
Tinggalkan shalat selama masa-masa haidhmu. Zâdul Ma’âd, 5/609
2. Wanita yang tidak haidh, baik karena belum pernah
haidh atau sudah manopause .
Bagi wanita yang seperti ini masa ‘iddahnya adalah tiga bulan,
seperti dijelaskan Allâh Azza wa Jalla dalam firman-Nya:
وَاللَّائِي يَئِسْنَ مِنَ الْمَحِيضِ مِنْ نِسَائِكُمْ إِنِ
ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلَاثَةُ أَشْهُرٍ وَاللَّائِي لَمْ
يَحِضْنَ
Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara
perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya),
maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula)
perempuan-perempuan yang tidak haid. [at-Thalaq/65:4]
3. Wanita Hamil.
Wanita yang hamil bila dicerai memiliki masa iddah yang berakhir
dengan melahirkan, berdasarkan firman Allâh Azza wa Jalla :
وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ
حَمْلَهُنَّ
Dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. dan
perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah
sampai mereka melahirkan kandungannya. [ath-Thalaq/65:4] 4.
Wanita yang terkena darah istihadhah.
Wanita yang terkena darah istihadhah memiliki masa iddah sama
dengan wanita haidh. Kemudian bila ia memiliki kebiasaan haidh
yang teratur maka wajib baginya untuk memperhatikan kebiasannya
dalam hadih dan suci. Apabila telah berlalu tiga kali haidh maka
selesailah iddahnya.[8]
B. Wanita yang ditalak tiga (talak baa’in).
Wanita yang telah di talak tiga hanya menunggu sekali haidh saja
untuk memastikan dia tidak sedang hamil.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan, “Wanita yang
dicerai dengan tiga kali talak, masa iddahnya sekali haidh. Dengan
haidh sekali berarti sudah terbukti bahwa rahim kosong dari janin
dan setelah itu ia boleh menikah lagi dengan lelaki lain.
translate by atri yuanda elpariamany
Referensi tambahan
1.
https://almanhaj.or.id/3668-masa-iddah-dalam-islam.html
Tidak ada komentar: